Hiii,
aku Diana Dwi Laras. Usiaku kini menginjak 24 tahun. Perjalanan cinta ku baru
di mulai saat aku dan suami ku (Bayu Aditya) menikah 8 bulan yang lalu tepatnya
22 November 2015. Awal kami menikah semua baik-baik dan lancar hingga suatu ketika.
“Mas,
kenapa hari ko murung” (sambil mendekatinya yang sedang duduk di kasur)
“Sudah
hampir 1 tahun kita menikah, tapi sampai hari ini kamu belum hamil juga dek.
Ini semua salah mas, dari awal kan mas sudah bilang kalau mas ngak bisa kasih
kamu keturunan.”
“Mas,
dari awal saat kamu melamar ku, aku ikhlas, aku ridho lillahitaaala menerima
segala kekurangan kamu.”
“Mas,
tau kamu ikhlas menerima aku. Tapi……”
“Tapi
apa mas…..”
“Sudah
lah aku lelah dek, mau tidur saja”
Suami
ku langsung berbaring dan tertidur pulas seketika. Keesokan harinya ibu serta
kakak dan adikku berkunjung datang
“Assalamualaikum”
“Waalaikumsallam”
(ujar ku dari dalam dan menuju ke pintu)
(memeluk
ku saat aku membukakan pintu) “ Ibu kangen sama kamu di”
“Masuk
bu, jangan di depan pintu seperti ini, tidak enak di lihat tetangga”
Ibu,
kakak dan adik ku masuk ke ruang tamu dan aku ke dapur untuk ambilkan minuman.
“Ibu
apa kabar?, maaf dian udah jarang main kerumah” sambil meletakan minuman.
“Tidak
apa-apa sesekali ibu yang datang main kesini”
Setelah
kami berbincang dan melepas rindu. Ibu mengajak ku untuk berbicara berdua di
kamar, ada hal penting yang ingin beliau sampaikan pada ku. Hal ini membuat aku
penasaran, apa ibu ada sangkutan utang hingga ke rumah menemui ku atau apa,
adek ku kekurangan biaya kuliah, tiap bulan aku selalu setor penghasilan ku
untuk membantu ibu ku. Tapi apa ya?
“Ada
apa bu?”
“Kalian
sudah menikah hampir 1 tahun, ibu belum melihat kamu hamil, ada apa? Benar apa
yang ibu dengar dari tetangga”
“Memang
tetangga bicarakan apa tentang keluarga ku bu?”
“Begini
ceritanya…….”
Saat
ibu, kakak dan adik ku akan berkunjung kerumah ku, tak sengaja ibu mendengarkan
tetangga mengosipkan tentang keluarga ku.
“Kalian
sudah dengar belum kalau tetangga baru kita itu, yang baru nikah belum lama ini
ternyata lakinya madul”
“Berita
ini bener apa ngak bu Lusi, jangan sampai ada fitnah di kemudian hari lho
“Iya
nih, bener apa ngak” ujar bu Ida (Ibu RT)
“Bener,
suaminya bu Dian itu madul, ginjalnya juga cuma ada satu, mana bisa kasih keturunan
kan….’
“Iya
juga sih, kasihan ya bu dian itu. Udah cantik, baik dapat suami seperti itu,
mana pekerjaanya juga ngak jelas gitu”
“Permisi
bu, mau tanya rumah Bayu Aditya dimana ya?” ujar ibu ku
“Waduh,
ibu ini siapa ya. Mana habis kita gosipin lagi” ujar bu Ida dalam hati
“Dari
sini lurus saja bu,2 rumah sebelum belokan, pagarnya bewarna hijau” ujar bu
Irma
“Terima
kasih” Ibu ku pergi meninggalkan ibu-ibu yang bergosip tersebut.
“Jadi
karena itu ibu, mau bicara berdua saja sama aku” menghela nafas
“Semua
itu bohong kan”
“Semua
itu benar bu, suami aku memang tidak bisa kasih keturunan. Maaf kan aku bu, ibu
malah mendegarkan berita ini dari tetangga”
“Kenapa
kamu mau sama pria seperti itu, awal kalian pacaran dulu kamu kan sempat putus,
malah balikan dan sekarang menikah”
“Bu…
Dian ikhlas menerima segala kekurangan mas Bayu. Meski kamu tak diberi
keturunan, kami bahagia bu”
“Kamu
kan sangat menginginkan anak, kalau tau dari awal Bayu tidak bisa kasih kamu
anak, mending kamu menikah saja dengan Dika”
“Abang
Dika, bu abang Dika sudah ku anggap seperti abang aku, tidak lebih dari itu.
Sudah ya bu, sebentar lagi suami ku pulang” ku keluar kamar melanjutkan
pekerjaan rumah.
Tanpa
sepengetahuan ku, ia mendengarkan semua pembicaraan. Ia tak langsung masuk dan
pergi keluar lagi dengan wajah murung.
2
malam mas bayu tak pulang kerumah. Hingga malam itu dia datang dan aku sungguh
senang mas bayu pulang kerumah. Seperti biasa aku selalu mencium tangan suami
ku dan membawa tasnya ke dalam.
“Mas,
aku buatkan teh ya, tunggu sebentar”
“Dek,
duduk lah disini” ujarnya meminta ku untuk duduk di sampingnya
“Apa
mas, jangan buat aku penasaran” ujar ku
“Dek,
hubungan kita sampai disini saja ya” ujarnya sambil menatap mata ku
“Maksudnya
mas apa?, dian ngak ngerti” aku bingung ada gerangan apa yang buat suami ku
berkata seperti itu.
“Dek,
mas ikhlas kita berpisah. Kita akhiri saja ya”
“Mas
ngomong apa sih, aku ngak mau pisah mas, aku ngak bisa pisah dari mas. Mas ngak
tau kan apa yang terjadi pada ku saat mas pergi”
Di
hari saat suami ku mendengar pembincangan bersama ibu hingga membuatnya pergi.
Habis maghrib, ibu ku pulang bersama kakak dan adik ku. Aku menunggu dan
menunggu suami ku pulang.
“Tumben
banget, mas bayu belum pulang. Biasanya jam 4 tadi sudah sampai dirumah. Mana
handphonenya ngak aktif” aku bingung dan gelisah, modar mandir di ruang tamu
dan selalu buka pintu setiap beberapa menit.
Hingga
waktu menunjukan jam 12 malam, sampai aku ketiduran di sofa tamu tapi malam itu
masa ku tak pulang. Aku berpikir mungkin saja besok subuh mas ku sudah tiba
dirumah. Subuh pun mas ku tak pulang. Aku membuka pintu kamar, tak ada suami
ku. Hingga keesokan harinya.
“Pagi
bu Dian” ujar tetangga sebelah rumah
“Pagi
juga bu Rita”
“Tumben
bu, suaminya ngak kelihatan. Ngak pulang ya atau cari cewek malam ya” sindiran
halus.
“Bu
Rita, maaf ya suami saya memang tidak pulang semalam, bukan mencari wanita
malam tapi ia bertugas melindungi negara ini, dia seorang abdi Negara.”
“Maaf
deh bu Dian, kan siapa tau suami ibu cari wanita lain, kan ibu belum hamil
juga”
“Saya
permisi bu” langsung masuk kerumah.
Pagi
itu hati aku sedih dan berpikir aneh-aneh tentangnya. Tidak mungkin suami ku
mencari wanita lain. Hanya aku wanita satu-satunya. Aku pun sholat dhuha,
sholat sunnah yang selalu aku jalankan.
“Ya,
allah engkau maha pengasih lagi maha penyayang. Aku memohon padamu jauhkanlah
hamba mu ini dari orang-orang yang sirik dan mau merusak rumah tangga ku. Ya
allah engkau maha tahu, dimanakah suami ku berada, bagaimana keadaannya. Ya
allah pulangkan lah suami aku dalam keaadaan sehat. Aamiin”
Hari
berlalu hingga keesokan sorenya, suami ku pulang dan meminta untuk mengakhiri
hubungan ini. Saat makan malam tiba, suami ku diam tanpa berkata sedikit pun
pada ku, tidak seperti biasanya dia seperti ini. Setelah makan pun langsung
masuk kekamar, biasanya dia temani aku membereskan meja makan hingga mencuci
piring.
“Mas,
aku boleh duduk disini di samping kamu” mas Bayu tetap duduk terdiam tanpa
berkata apa pun.
“Mas,
maaf kalau aku bukan wanita sempurna. Aku berusaha jadi istri yang baik untuk
kamu dan untuk anak-anak kita kelak”
“Anak
kata kamu, kamu menyindir aku. Aku ngak bisa kasih kamu anak. Mau anak dari
mana?” dengan nada keras dia membentak ku.
“Mas,
jangan marah aku ngak ada maksud buat sakiti hati kamu, maaf mas” air mata aku
menetes saat itu juga.
“Dian,
cukup kamu baik sama aku. Sudah kamu ngak usah berpura-pura bahagia bersama ku.
Aku bukan pria sempurna. Lebih baik kamu cari pria lain. Kita cerai saja”
“Mas,
cukup……” aku tersentak bangun.
“Aku,
ngak mau kita makin bertengkar cuma karena anak, mas aku sedih kamu berkata
ingin pisah dari aku. Salah aku apa? Kurangnya aku apa? Mas ku yang ku sayang,
dengar! aku memang ingin punya anak, ingin sekali mas, tapi anak itu datang
dari kamu”
“Umur
ku tak lama lagi dek, untuk apa kita bertahan?”
“Untuk
apa aku bertahan, aku mencari ridho allah dengan menjadi istri buat mu mas,
mencari surga duniawi bahkan surga akhirat mas”
“Dek,
maaf kan mas. Mas kasar sama kamu, mas pergi tanpa memberi kabar” mas Bayu
memeluk ku dengan erat dan penuh kasih sayang.
“Mas,
2 malam ini kamu kemana?” aku duduk kembali disampinya.
“Mas
ngak kemana-mana. Mas jaga logistik dan mas menginap 2 hari disana”
“Mas,
jangan pernah tinggalkan aku ya, aku sayang sama mas”
“Iya
sayang ku, sudah malam, kita tidur ya”
Malam
itu pertengkaran hebat masih kita bisa atasi tapi entah cobaan rumah tangga apa
yang akan menanti esok hari. Tidak terasa sudah memasuki bulan ramadhan lagi
dan puasa ramadhan awal kami menikah, mas bayu bertugas ke luar kota. Menjaga
wilayah perbatasan Kalimantan. Jujur aku ngak sanggup kalau harus ditinggal
pergi tugas tapi aku bisa apa itu sudah jadi tugasnya.
“Mas,
ngak bisa diganti dengan yang lain” ujar ku sambil membereskan pakaian yang
akan ia bawa.
“Dek,
ini sudah tugas. Mas ngak bisa nolak”
“Tapi….”
“Tapi
apa? mas janji akan pulang”
“Mas….”
“Apa
dek?” hp berdering “Sebentar ya, mas angkat tlp”
Mas
bayu mengangkat teleponnya dan tak biasanya dia keluar. Tapi aku tak sedikit
pun curiga dan melanjutnya membereskan pakaiannya. Keesokan harinya habis
subuh, mas bayu pergi dan aku ngak boleh mengatarnya karena alasan tidak
diizinkan komandannya keluarga mengantar dan aku pun tak curiga.
Hingga
suatu hari ada seorang wanita datang kerumah dan mengetuk pintu.
“Siapa?”
aku keluar.
“Aa
Bayunya ada?”
“Anda
siapa? Ada perlu apa dengan suami saya” aku membukakan pintu dan dia masuk
kedalam
“Saya
Fia, saya pacar suami mbak?”
“Pacar
suami saya?”
“Ya,
mbak. Sudah 2 tahun kami pacaran, bahkan saat mbak pacaran dengan mas Bayu, dan
akhirnya menikah”
Aku
tidak bisa berkata apa-apa hanya duduk terdiam dan tak menyangka dengan
ucapannya.
“Saya
kesini, mau minta pertanggung jawabannya karena saya hamil”
Aku
memandang perutnya sudah membumcit, mungkin usia kandungannya sudah lebih dari
7 bulan.
“Tapi
suami saya sedang bertugas di Kalimantan”
“Bertugas,
dia bohong mbak. Beberapa bulan ini dia menginap di kosan yang kami sewa, saya
mau dia nikahkan saya”
“Tapi
mbak yakin itu anak mas Bayu”
“Ya,
ini anak mas Bayu. Ohhh mbak selama ini sudah di bodohi olehnya, dia pasti
bilang kalau dia ngak bisa kasih mbak anak. Dia pernah bilang sama saya”
Aku
sedih saat itu Hingga Fia melahirkan, dia tinggal dirumah kami dan mas Bayu kunjung
pulang. Hp tidak pernah aktif. Tanpa aku sadari aku sedang mengandung 4 bulan
dan aku tak merasa kalau aku sedang hamil. Tetangga makin lama makin
menggosipkan rumah tangga kami dan buat aku tak tahan dengan semua ini dan
pergi. Meninggalkan sepucuk surat yang suatu hari nanti akan dibaca suami aku.
Malam minggu di bandara..
“Semangat
banget nih, bakal pulang” ujar teman sesame lenting.
“Iya
dong, kangen banget nih dengan istri tercinta”
Tibanya
dirumah, suami ku kaget melihat fia ada dirumahnya.
“Fia,
ngapain kamu disini, Dian mana?”
“Istri
kamu pergi”
Fia
mendekati Bayu dan mencoba merayunya dengan mengelus wajahnya dan melepaskan
tas ransel yang ia bawa.
“Ia,
sudah pergi, sudah tak ada halangan buat kita Aa”
“Apa-apan
sih kamu” melepaskan tangannya yang terus menggerayang di tubuhnya.
“Udahlah
Aa, lupakan dia, kan sekarang udah ada Fia, yang bisa temani Aa”
Bayu
keluar rumah dan menghubungi salah satu temannya dan malam itu juga Fia keluar
dari rumah bayu. Bayu masuk ke kamar dan menemukan sepucuk surat di letakan di
meja dekat. Ia pun membacanya dan membuang surat itu.
“Kenapa kamu pergi dek, kenapa ngak menunggu
mas pulang”
Hari
berganti hari hingga aku pulang, sampai di depan pagar rumah. Ku lihat motor
suami ku, lampu yang masih menyala dan halaman depan yang sangat kotor penuh
dengan sampah dan debu. Ku masuk perlahan dan menemukan suamiku tergeletak di
lantai ruang tamu. Seketika aku terdiam dan jatuhkan tas yang ku bawa.
“Mas,
mas bangun, aku pulang” ujarku. Ku menangis terisak-isak.
Aku
memanggil tetangga dan membawa suami ku kerumah sakit. 1 jam suami ku dibawa
keruang ICU dan keluar dokter yang memeriksanya.
“Istri
pak Bayu”
“Ya
saya istrinya, suami saya kenapa ya dok, wajahnya pucat pasi”
“Suami
ibu mengalami dehidrasi ditambah dengan ginjalnya yang bermasalah”
Aku
terjatuh di lantai dan menangis tanpa henti. “Bangun bu, tidak perlu khawatir,
suami ibu sudah melewati masa kritisnya, hanya menunggu ia sadar, suami ibu
akan di pindahkan keruang rawat”
Aku
duduk di samping ia terbaring, memegang tangannya dan menatap wajahnya. Sungguh
menyesal aku pergi meninggalkannya. Sungguh bodohnya aku ini. Tak lama suami ku
membuka mata dan berkata “Dian”
“Mas,
kamu sudah sadar”
Ia
membuka matanya dan tersenyum “Apa aku bermimpi?, Dian jangan pergi, jangan
pergi”
Ku
genggam erat tangannya “Ngak mas, aku ngak akan pergi, aku disini, kembali di
sisimu” ku peluk ia dan menangis.
“Jangan
nangis sayang, mas ngak apa-apa?” bujuknya.
Ia
lepaskan pelukanku tapi aku menolak “Aku ngak mau”
“Dek,
mas tau apa yang kamu mau, tapi dada mas sakit” ku langsung tersentak dan tak
memeluknya lagi.
“Mas,
coba rasakan” aku mengambil tangannya dan letakan di perut ku.
“Kamu
hamil dek” aku hanya menganggukan kepala. “Ya, aku hamil mas. Sudah mau masuk
lima bulan”
Tiga
hari di rumah sakit, suami ku akhirnya bisa dipulangkan. Kondisinya semakin
membaik apalagi dengan kehadiran baby yang ada di rahim ku. Ia sangat menjaga
aku, ia tak mengizinkan aku melakukan aktivitas berat seperti mencuci, menyapu
apalagi membersihkan lantai, semua dilakukan olehnya bahkan menajga pola makan
ku. Di usia kandungan 9 bulan aku lebih sering latihan jalan dan malam harinya.
“Dek,
mas mau tanya, selama ini kemana?”
“Pergi,
setelah kejadian fia datang dan mengaku ia hamil oleh mu, aku sedih dan bahkan
membiarkannya tinggal disini. Tapi sekarang aku tau semuanya bohong”
“Tau
dari mana si istri ku ini”
“Hmmm
ada dehh…”
“Ikhh
nakal ya sekarang….” Ia menggelitikku hingga aku kegelian dan tiba-tiba perut
ku sakit yang tak seperti biasanya.
Suami
ku langsung sigap dan membawa ku ke bidan dekat rumah, karena ku mengalami
pendaharan. Tiga jam di dalam ruang bersalin dan akhirnya terdengar suara
tangisan bayi. Hari itu hari yang sangat bahagia buat kami bertiga, kelahiran
putra pertama di hari pernikahan kami dan di hari kami jadian. Nama untuk putra
kami Abdila Ditya Permana.
“Hidup ini hanya sekali, jangan pernah
kamu sia-siakan dan jangan lah kamu mudah percaya begitu saja dengan omongan
orang yang mengatakan hal buruk terhadapmu, terhadap keluargamu ataupun
terhadap rumah tanggamu yang dapat merusak segalanya”
End
Writer
Triana
Rosiati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar