Gara-Gara Ingin Naik
Pangkat Malah Jatuh Cinta
Part
2
Walau
terus disakiti, Tiara tetap bertahan dan bersabar. Suatu hari nanti pasti
keajaiban akan datang. Mama dan papa tak bisa berbuat apa-apa, mama selalu
berkata “Ara kamu harus sabar ya, suatu saat keajaiban akan datang padamu”.
Kata-kata itu tak pernah Tiara lupakan. Sudah tiga bulan Dika tak ada perubahan
tapi belakang ini, kepalanya terus terasa sakit dan sebagian bayangan hitam
terus membayangi dirinya. Sedikit demi sedikit ia mulai mengingat cuma masih
kabur.
Tiara
duduk sendirian di taman belakang dekat kolam renang, Tiara menangis, Dika melihat
Ara yang menangis, Dika merasa sangat sakit dan mendekati Ara yang sedang
nangis, tapi Dhimas pun keburu datang dan mengajak Tiara pergi.
“Lho
kemana cewe itu?”
Dika
mencari-cari.
Sebelum
Dika menghampiri Ara ditaman, Dhimas datang terlebih dahulu.
“Non,
kenapa? Jangan sedih Non”
“Aku
ngak sedih, aku hanya terluka”
“Bagaimana
kalau saya ajak Non jalan-jalan biar Non tak sedih lagi”
“Ngak
usah lah”
“Tapi
Non, saya lakukan semata-mata karena Non telah membatu saya, kalau bukan Non
Kasih ngak mungkin bisa maafkan saya sampai hari ini”
“Baiklah”
Malam
hari pun datang, Ara pun pulang bersama Dhimas dan tertawa bahagia.
“Ara
kamu kenapa?” Ujar mama.
“Aku
senang sekali ma, Hari ini Dhimas ajak aku jalan-jalan tak hanya itu ma, ia
belikan aku eskrim, pokonya aku senang banget hari ini”
“Malam
sekali pulangnya, Pergi kemana saja kamu? dasar cewe aneh! baru diajak pergi
sama supir aja senangnya minta ampun, bagaimana kalau diajak sama
teman-temanya? Pasti bahagia banget ya”
“Kakak
kog bicara seperti itu, Aku bukan cewe aneh, tapi kakak tuh yang aneh”
“Aku
yang aneh, ngak salah bicara. Oh ya baru ingat kamu ini kan cuma anak angkat
mama dan papa jadi wajar bergaul dengan supir”
“Asal
kakak tau ya, walau aku cuma anak angkat mama dan papa, aku bukan cewe murahan,
aku masih bisa berpikir mana yang baik buat ku mana yang bukan dan perlu kakak
tau aku ini ngak bodoh, aku kuliah bahkan bukan disini tapi di korea” Tiara
nangis dan masuk kamar.
“Kenapa
sih dengan ku? kenapa aku bicara kasar dengan cewe itu”
“Dika,
kamu kenapa marah-marah dengan adikmu”
“Mama
kog belain cewe itu bukan aku, aku kan anak mama dan papa”
“Dika.....”
ujar mama dengan suara lantang.
“Mama
kenapa?, kog jadi bentak Dika”
“Udah
lah Dika, kamu udah dewasa jangan kaya anak kecil”
Keesokan
harinya saat makan pagi, Ara turun untuk makan pagi diruang makan, Mama Papa
dan Ka Dika pun sedang makan. Saat Ara menghampiri untuk makan di meja makan,
Ara pergi dan tak jadi makan dimeja makan.
“Ara
kamu mau kemana? Sarapan pagi bersama-sama seperti biasa”
“Ngak
usah Ma, nanti Ka Dika malah jadi ngak nafsu makan gara-gara Ara makan bareng
dimeja makan, Ara makanya nanti saja. Lagian Ara cuma anak angkat mama dan papa
kan”
“Udah
lah Ma biarkan saja cewe itu mau makan atau ngak?”
“Dika
kamu jangan bicara seperti itu”
“Dika....”
ujar papa membentak Dika. Dika diam dan lanjutkan makan.
Papa
dan Mama membicarakan kondisi Dika yang semakin hari semakin keterlaluan
terhadap Ara putri kandung mereka.
“Pa
bagaimana ini? Kita tak bisa biarkan ini berlarut-larut, mama ngak mau Ara
dibilang anak angkat kita, Dika lah anak angkat kita Pa”
“Papa
juga bingung Ma, harus berkata apa lagi, Dokter berpesan agar jangan buat Dika
tertekan dengan kondisi ini. Papa juga takut kondisi Dika semakin parah”
“Terus
sampai kapan Pa?”
“Papa
juga ngak tau Ma”
Malam
hari Ara duduk dipinggir kolam renang, saat Ara mau bangun, kaki Ara malah
kepleset hingga jatuh kedalam kolam, Tara yang kebetulan lewat melihat dan
berteriak memanggil orang rumah.
“Tuan,
Nonya..... Non Ara jatuh kedalam kolam”
Mama,
Papa panik dan Tara memanggil Dhimas untuk menolong Tiara, Dhimas buru-buru
datang, Dhimas pun juga baru kelar mandi. Mereka berdua langsung menuju kolam
renang belakang rumah. Andika keluar, Tiara yang masih kelihatan di dasar
kolam, kini tenggelam dan Tiara memegang kalung yang Ka Dika berikan.
“Pa
Ara gimana?”
Tiba-tiba
Dika langsung menyeburkan dirinya dan menolong Ara, Dika sendiri pun tak tau
dengan-nya. Dika merasa ada yang mendorongnya untuk menolong Ara. Dhimas dan
Tara pun datang dan Ara pun telah dibawa keatas pinggir kolam. Dika langsung
membawanya kekamar.
“Ma
hubungi dokter, cepat ma”
Mama
diam dan bingung “ Ma ayo cepat” ujar Dika yang panik.
Dokter
pun datang dan mengeluarkan air dari dalam tubuh Ara. Tak lama setelah dokter
pulang, Ara pun sadar.
“Ara
kamu ngak apa-apa kan” ujar Dika yang langsung dekap Ara dan hanya diam dan
bingung.
“Ara
ngak apa-apa ka”
“Syukur
kamu ngak apa-apa, kakak khawatir sama kamu”
ΩΩΩΩ
Tiga
hari kemudian. Kini ka Dika sudah tak marah seperti dulu, ia baik sekali pada
ku. tapi aku masih sangat cagung dan tak tau kenapa aku bisa seperti ini.
Dhimas mengajar pacaranya Kasih untuk makan bareng dan karena hari ini hari
minggu, Dhimas meminta ijin kepada pak Wijaya.
“Maaf
pa, hari ini kan hari minggu, bolehkan saya meminta izin untuk pergi
jalan-jalan dengan pacar saya”
“Mau
pergi hari ini.... maaf ya Dhimas bukan saya ngak ngizinin kamu tapi hari ini
kamu kan....”
Tiara
potong pembicaraan papa dan Dhimas “Maaf pa, tapi hari ini kan hari libur,
biarkan Dhimas pergi dengan pacarnya, lagian selama ini papa ngak pernah
memberikanya libur ka”
“Ara.....”
“Udah
Dhimas kamu pergi saja, urusan papa biar aku saja, kamu bawa mobil biar Kasih
senang” ujar Ara yang tersenyum pada Dhimas.
“Makasih
Non”
Dhimas
pergi. “Pa Tiara mau bicara!”
“Mau
apa lagi Ara”
“Pa
Tiara udah tau apa yang terjadi antara Dhimas sama papa?”
“Maksud
kamu apa Ara”
“Papa
meminta Dhimas untuk menemani aku, menjaga aku dan menghibur aku selama
dijakarta dan papa juga mengiming-imingkan janji akan menaikan pangkatnya kan
Pa”
“Ara
tau dari mana? Mana mungkin papa seperti itu”
“Udah
lah pa, Tiara udah tau semua. Pa ngak baik seperti itu, papa ngak bisa seenak
papa menyuruh Dhimas yang mungkin akan memberatkan-nya. Lagian kenapa hanya
Dhimas, Tara bagaimana?”
“Maaf
kan Papa Tiara, bukan maksud papa lakukan itu, tapi papa sayang sama kamu”
“Kalau
papa sayang sama aku, aku mohon papa naikan pangkat mereka sekarang dan jang
Dhimas saja, Tara juga pa?”
“Baik
lah Ara, papa akan pikirkan. Karena tak mudah untuk papa melepaskan mereka”
Tiara
pun pergi keRestaurantnya bersama Tara. “Tara sebaiknya kamu langsung pulang,
nanti takut papa atau mama mau pergi, kan Dhimas lagi libur sehari”
“Baik
Non”
Tiara
bosan di ruang kerjanya, ia keluar dan mengganti pakaiannya dengan pakain waiteres.
“Mba Tiara, kenapa memakai pakaian ini”
“Aku bosan diruang kerjaku, lagian ini kan restaurat punya ku, aku
mau bantu kalian semua jadi pelayan disini? lagian lagi ramai kan. Pasti butuh
tenaga banyak”
Tiba-tiba Kasih dan Dhimas pun sedang makan ditempat yang sama.
“Kita makan disini aja ya? Tempatnya selain indah juga nyaman?
Lagian restoran ini juga relatif murah”
“Ya terserah kamu aja, aku ikut aja”
Tiara pun lewat. “Pelayan?”
Tiara membalikan badanya. “Itu kan Dhimas dan Kasih, mereka makan disini?”
“Saya pesan makanan paling favorite disini? yang makanan indo ya”
“Baik, menu favorite indo disini ada banyak, ada ayam bakar bumbu
balado, Ikan Presto bumbu Bali, Daging sapi bumbu Manado dan Tumis kangkung Ala
bumbu rempah-rempah”
“Cuma itu makanan favorite di restoran ini!”
“Masih banyak cuma makanan yang saya sebutkan itu tadi banyak
sekali yang menggemari dan suka. Tak hanya orang indo saja, orang mancanegara
pun juga memasanya”
“Oh begitu ya?”
“Ya, jadi Mas dan Mba ini mau pesan apa?”
“Bisa ngak kalau bicara ngak nunduk?”
“Maaf” Tiara angkat wajahnya.
“Oh Tiara, pantas suaranya?”
“Jadi mau pesan apa?”
“Pokonya yang enak dan yang penting yang paling mahal ya?”
“Baiklah mohon tunggu sebentar”
Tiara pergi “Kasih uang dari mana kalau kamu pesan yang
mahal-mahal”
“Udah tenang aja?”
“Tenang gimana?”
“Uang gaji mu kan besar, masa ngak punya uang untuk belikan aku
makan!” Kasih cemberut.
Mama, Papa, Ka Dika dan Tara pun datang. Aku yang kembali keruang
kerja ku pun dipanggil Sania, pekerja direstaurant.
“Tok-tok...”
“Masuk”
“Maaf Mba, Keluarga mba datang kesini”
“Oh ya suruh mereka nunggu diruang VIP ya, aku segera datang”
Tiara keluar dan menemui keluaganya itu. Kami semua makan dan Tara
pun ikut makan dalam satu meja. Lalu Kasih dan Dhimas lewat, Kasih masuk
keruang VIP dan dengan sengaja menumpahkan Air kebaju ku.
“Aduh Kasih, Minta maaf sekarang”
“Maaf kan kesalahan pacar saya bu, Pak, Non Ara”
Ara hanya diam dan tersenyum. “Udah ngak apa-apa kog”
“Tuh kan sayang, dia bilang ngak apa-apa”
“Oh Tiara, Boleh ikut makan disini kan?”
“Silakan”
“Tomi, ambilkan kursi lagi”
ΩΩΩΩ
Semua makan bersama, Kasih terus memandang ka Dika. Mungkin Kasih
suka dengannya. Ara sangat cemburu. Makanan yang Tiara makan hanya Tiara
berantakin, Tiara kesal dan pergi dari meja makan.
“Maaf, Pa, Ma, Ka Dika, semuanya Tiara banyak kerjaan” Tiara pergi
begitu saja.
“Dhimas kamu kejar Tiara” ujar papa.
“Baik Pak”
Dhimas mengejar Tiara dan ternyata Ara berdiri didekat kolam
renang di belakang restaurant.
“Maaf Non saya ganggu Non disini”
“Mau apa lagi kamu Dhimas kesini, mau coba hibur aku, pecuma”
“Maaf kan kalau saya dan kasih telah membuat Non kesal”
“Kamu bilang ya sama pacar kamu sih Kasih itu, jangan sok
keganjenan, dia ngak liat apa ada kamu disitu dan kenapa harus Ka Dika” Tiara
meneteskan air mata.
“Maaf Non Kasih bukan orang seperti itu”
“Bukan kaya begitu? Kamu ngak liat kasih terus memandang Ka Dika”
“Itu ngak mungkin Non”
“Ngak mungkin apanya
“Ia ngak mungkin Non”
Tiba-tiba ada anak kecil lari-larian dan tak sengaja mendorong
Tiara, hingga Tiara terjatuh. Tiara memegang tangan tangan Dhimas sehingga
mereka pun terjatuh berdua. Mama, Papa, ka Dika, Tara dan Kasih kebelakang
restaurant karena mendengar Tiara dan Dhimas tercebur kedalam kolam. Dhimas dan
Tiara pun telah berada diatas kolam, tapi Tiara pinsan tak sadarkan diri. Dika
lihat Dhimas yang menggendong Tiara, Dika marah.
“Turunkan Tiara”
Dika pun menurunkan Tiara dan Dika pun yang mengendong Tiara serta
membawa Tiara keruangnya. Tak lama kemudian Tiara pun sadar.
Dika langsung memeluk Tiara “Ara, kamu buat kakak khawatir”
“Apa? Ara ngak salah dengar kan, Kakak Khawatir sama Ara”
Tiba-tiba Dika melepaskan pelukannya dan berkata “Apa? Kakak
khawatir sama kamu, maaf ya Ara itu ngak mungkin”
Tiara sangat kecewa, Tiara berpikir ka Dika telah kembali seperti
dulu tapi kenyataanya masih sama.
“Sayang, jangan diambil hati ya, Mama yakin suatu hari Dika akan
kembali seperti dulu”
Tiga hari kemudian, saat Tiara sedang jalan-jalan dan ketika itu
terjadi kemacetan yang sangat parah karena ada seorang ibu-ibu dan bapak-bapak
yang keserempet motor dan yang menbrak mereka pergi begitu saja. Tiara keluar
dari mobilnya dan melihat apa yang sedang terjadi.
“Ada apa ya?”
“Itu ibu-ibu dan suaminya ditabrak tapi penabraknya malah kabur”
Tiara menghampiri ibu-ibu dan suaminya tersebut. Dan semua orang
yang mengerubungin pun pergi. Jalanan pun kembali lancar.
“Ibu dan bapak baik-baik sajakan”
“Ngak apa-apa kog de”
“Ibu sama bapak mau kemana? Bawaanya banyak sekali”
“Ibu sama bapak mau pergi kerumah anak saya, dia janji akan
menjemput kami di stasiun, tapi kami udah tunggu 4 jam ngak datang-datang”
“Mungkin anak ibu lupa”
“Masa gitu aja lupa”
“Baik lah, mau saya antar ketempat anak ibu, ibu punya alamatnya”
Ibu itu memberikan alamatnya kepada Tiara.
“Lah ini kan alamat rumah ku” ujar Tiara dalam hati.
“Baiklah ibu, mari ikut saya, mobil saya ada disebelah sana”
Tibanya dirumah, ibu dan bapak itu bingung.
“Mari bu, pak masuk”
“Tapi nak Ara, ini benar rumah anak ibu”
“Ini rumah papa saya bu, dan alamat yang ibu yang ibu berikan ini,
ya ini alamatnya”
Dika pun keluar, dan ibu itu pun langsung memeluk Dika.
“Nak, kamu kenapa ngak jemput umi dan abah di stasiun”
“Apa?” ujar Dika dengan ekspresi bingung.
“Maaf bu, pak, ini kakak saya namanya Andika”
“Bukan ini Dhimas, anak ibu”
“Ka, Dhimas mana?”
“Lagi antar mama dan papa”
“Ya udah ibu sama bapak, masuk dulu ya, nunggunya didalam aja”
“Ara”
“Biarkan saja”
Mama dan papa pun pulang begitu juga dengan Dhimas, Dhimas pun
masuk dan kaget melihat kedua orang tuanya telah duduk di ruang tamu. Tiara pun
keluar dan ingin menemani ibu dan bapak tersebut tapi melihat Dhimas telah
pulang, Tiara tak jadi menghampiri mereka. Dhimas pun mengajak orang tuanya ke
belakang dan lewat garasi karena tak enak dengan keluarga pak Wijaya.
“Nak, gadis yang cantik itu siapa?”
“Itu anak bos Dhimas bu”
“Owww...”
“Ibu mau punya mantu kaya dia”
“Jangan sembarangan bicara bu”
“Kenapa? Ngak ada salah ya kan pak”
“Ia lah nak. Udah gadis itu baik, cantik lagi”
“Mending sekarang ibu sama bapak istirahat aja ya”
Tiara pun kedapur dan bertemu Dhimas.
“Gimana? Mereka sudah istirahat, ibu dan bapak mu”
“Sudah Non”
“Temani saja mereka Dhimas, kasihan sudah datang jauh-jauh”
Kasih pun datang dengan membawa buah.
“Hay sayang, ibu sama bapak udah datang ya”
“Udah mereka ada dikamar, aku ingin ketemu, sekalian ingin kasih
buah ini buat mereka”
Seminggu kemudian, Dhimas membawa kedua orang tuanya pergi dari
rumah pak Wijaya, Dhimas merasa tak enak terus-terusan numpang dirumah bosnya.
Bu Wijaya pun melihat mereka pergi.
“Dika, mau kemana kamu, membawa mereka pergi”
“Saya tak enak bu, orang tua saya tinggal terus-terusan disini”
“Terus kamu mau bawa kemana, memang punya tempat tinggal buat
mereka”
“Belum sih bu, makanya kami mau cari”
“Kamu tunggu dulu ya”
Bu Wijaya memanggil Tiara dan Tiara pun keluar.
“Tiara, Mama mau tanya, kamu ada tempat tinggal, atau rumah buat
mereka ngak”
“Wah kalau rumah, Tiara ngak ada ma, tapi kalau apartement Tiara
ada”
“Ya udah antarkan mereka ketempat itu”
“Baik ma”
“Dhimas kamu ambil kunci mobil ku, kita pergi kesana, antar orang
tuamu kesana”
“Ngak usah Non, saya bisa cari kontrakan”
“Udah Dhimas, ngak apa-apa”
Tiara, Dhimas dan kedua orang tua Dhimas pun ketempat Apartement
yang Tiara punya, walau Apartementnya tak besar tapi sangat cukup baik dari
pada tinggal dikontrakan. Karena fasilitas pun sudah cukup lengkap. Ada kamar
tidur yang lengkap dengan kasur yang empuk dan lemari, kamar mandi yang sangat
bersih, dapur yang telah lengkap dengan peralatanya serta ruang untuk nonton
tv. Hanya saja Apartement ini belum dipasang AC dan Telepon.
Bersambung.......................