Minggu, 28 Agustus 2016

Surga Duniawi

Hiii, aku Diana Dwi Laras. Usiaku kini menginjak 24 tahun. Perjalanan cinta ku baru di mulai saat aku dan suami ku (Bayu Aditya) menikah 8 bulan yang lalu tepatnya 22 November 2015. Awal kami menikah semua baik-baik dan lancar hingga suatu ketika.
“Mas, kenapa hari ko murung” (sambil mendekatinya yang sedang duduk di kasur)
“Sudah hampir 1 tahun kita menikah, tapi sampai hari ini kamu belum hamil juga dek. Ini semua salah mas, dari awal kan mas sudah bilang kalau mas ngak bisa kasih kamu keturunan.”
“Mas, dari awal saat kamu melamar ku, aku ikhlas, aku ridho lillahitaaala menerima segala kekurangan kamu.”
“Mas, tau kamu ikhlas menerima aku. Tapi……”
“Tapi apa mas…..”
“Sudah lah aku lelah dek, mau tidur saja”
Suami ku langsung berbaring dan tertidur pulas seketika. Keesokan harinya ibu serta kakak dan adikku berkunjung datang
“Assalamualaikum”
“Waalaikumsallam” (ujar ku dari dalam dan menuju ke pintu)
(memeluk ku saat aku membukakan pintu) “ Ibu kangen sama kamu di”
“Masuk bu, jangan di depan pintu seperti ini, tidak enak di lihat tetangga”
Ibu, kakak dan adik ku masuk ke ruang tamu dan aku ke dapur untuk ambilkan minuman.
“Ibu apa kabar?, maaf dian udah jarang main kerumah” sambil meletakan minuman.
“Tidak apa-apa sesekali ibu yang datang main kesini”
Setelah kami berbincang dan melepas rindu. Ibu mengajak ku untuk berbicara berdua di kamar, ada hal penting yang ingin beliau sampaikan pada ku. Hal ini membuat aku penasaran, apa ibu ada sangkutan utang hingga ke rumah menemui ku atau apa, adek ku kekurangan biaya kuliah, tiap bulan aku selalu setor penghasilan ku untuk membantu ibu ku. Tapi apa ya?
“Ada apa bu?”
“Kalian sudah menikah hampir 1 tahun, ibu belum melihat kamu hamil, ada apa? Benar apa yang ibu dengar dari tetangga”
“Memang tetangga bicarakan apa tentang keluarga ku bu?”
“Begini ceritanya…….”
Saat ibu, kakak dan adik ku akan berkunjung kerumah ku, tak sengaja ibu mendengarkan tetangga mengosipkan tentang keluarga ku.
“Kalian sudah dengar belum kalau tetangga baru kita itu, yang baru nikah belum lama ini ternyata lakinya madul”
“Berita ini bener apa ngak bu Lusi, jangan sampai ada fitnah di kemudian hari lho
“Iya nih, bener apa ngak” ujar bu Ida (Ibu RT)
“Bener, suaminya bu Dian itu madul, ginjalnya juga cuma ada satu, mana bisa kasih keturunan kan….’
“Iya juga sih, kasihan ya bu dian itu. Udah cantik, baik dapat suami seperti itu, mana pekerjaanya juga ngak jelas gitu”
“Permisi bu, mau tanya rumah Bayu Aditya dimana ya?” ujar ibu ku
“Waduh, ibu ini siapa ya. Mana habis kita gosipin lagi” ujar bu Ida dalam hati
“Dari sini lurus saja bu,2 rumah sebelum belokan, pagarnya bewarna hijau” ujar bu Irma
“Terima kasih” Ibu ku pergi meninggalkan ibu-ibu yang bergosip tersebut.
“Jadi karena itu ibu, mau bicara berdua saja sama aku” menghela nafas
“Semua itu bohong kan”
“Semua itu benar bu, suami aku memang tidak bisa kasih keturunan. Maaf kan aku bu, ibu malah mendegarkan berita ini dari tetangga”
“Kenapa kamu mau sama pria seperti itu, awal kalian pacaran dulu kamu kan sempat putus, malah balikan dan sekarang menikah”
“Bu… Dian ikhlas menerima segala kekurangan mas Bayu. Meski kamu tak diberi keturunan, kami bahagia bu”
“Kamu kan sangat menginginkan anak, kalau tau dari awal Bayu tidak bisa kasih kamu anak, mending kamu menikah saja dengan Dika”
“Abang Dika, bu abang Dika sudah ku anggap seperti abang aku, tidak lebih dari itu. Sudah ya bu, sebentar lagi suami ku pulang” ku keluar kamar melanjutkan pekerjaan rumah.
Tanpa sepengetahuan ku, ia mendengarkan semua pembicaraan. Ia tak langsung masuk dan pergi keluar lagi dengan wajah murung.
2 malam mas bayu tak pulang kerumah. Hingga malam itu dia datang dan aku sungguh senang mas bayu pulang kerumah. Seperti biasa aku selalu mencium tangan suami ku dan membawa tasnya ke dalam.
“Mas, aku buatkan teh ya, tunggu sebentar”
“Dek, duduk lah disini” ujarnya meminta ku untuk duduk di sampingnya
“Apa mas, jangan buat aku penasaran” ujar ku
“Dek, hubungan kita sampai disini saja ya” ujarnya sambil menatap mata ku
“Maksudnya mas apa?, dian ngak ngerti” aku bingung ada gerangan apa yang buat suami ku berkata seperti itu.
“Dek, mas ikhlas kita berpisah. Kita akhiri saja ya”
“Mas ngomong apa sih, aku ngak mau pisah mas, aku ngak bisa pisah dari mas. Mas ngak tau kan apa yang terjadi pada ku saat mas pergi”
Di hari saat suami ku mendengar pembincangan bersama ibu hingga membuatnya pergi. Habis maghrib, ibu ku pulang bersama kakak dan adik ku. Aku menunggu dan menunggu suami ku pulang.
“Tumben banget, mas bayu belum pulang. Biasanya jam 4 tadi sudah sampai dirumah. Mana handphonenya ngak aktif” aku bingung dan gelisah, modar mandir di ruang tamu dan selalu buka pintu setiap beberapa menit.
Hingga waktu menunjukan jam 12 malam, sampai aku ketiduran di sofa tamu tapi malam itu masa ku tak pulang. Aku berpikir mungkin saja besok subuh mas ku sudah tiba dirumah. Subuh pun mas ku tak pulang. Aku membuka pintu kamar, tak ada suami ku. Hingga keesokan harinya.
“Pagi bu Dian” ujar tetangga sebelah rumah
“Pagi juga bu Rita”
“Tumben bu, suaminya ngak kelihatan. Ngak pulang ya atau cari cewek malam ya” sindiran halus.
“Bu Rita, maaf ya suami saya memang tidak pulang semalam, bukan mencari wanita malam tapi ia bertugas melindungi negara ini, dia seorang abdi Negara.”
“Maaf deh bu Dian, kan siapa tau suami ibu cari wanita lain, kan ibu belum hamil juga”
“Saya permisi bu”  langsung masuk kerumah.
Pagi itu hati aku sedih dan berpikir aneh-aneh tentangnya. Tidak mungkin suami ku mencari wanita lain. Hanya aku wanita satu-satunya. Aku pun sholat dhuha, sholat sunnah yang selalu aku jalankan.
“Ya, allah engkau maha pengasih lagi maha penyayang. Aku memohon padamu jauhkanlah hamba mu ini dari orang-orang yang sirik dan mau merusak rumah tangga ku. Ya allah engkau maha tahu, dimanakah suami ku berada, bagaimana keadaannya. Ya allah pulangkan lah suami aku dalam keaadaan sehat. Aamiin”
Hari berlalu hingga keesokan sorenya, suami ku pulang dan meminta untuk mengakhiri hubungan ini. Saat makan malam tiba, suami ku diam tanpa berkata sedikit pun pada ku, tidak seperti biasanya dia seperti ini. Setelah makan pun langsung masuk kekamar, biasanya dia temani aku membereskan meja makan hingga mencuci piring.
“Mas, aku boleh duduk disini di samping kamu” mas Bayu tetap duduk terdiam tanpa berkata apa pun.
“Mas, maaf kalau aku bukan wanita sempurna. Aku berusaha jadi istri yang baik untuk kamu dan untuk anak-anak kita kelak”
“Anak kata kamu, kamu menyindir aku. Aku ngak bisa kasih kamu anak. Mau anak dari mana?” dengan nada keras dia membentak ku.
“Mas, jangan marah aku ngak ada maksud buat sakiti hati kamu, maaf mas” air mata aku menetes saat itu juga.
“Dian, cukup kamu baik sama aku. Sudah kamu ngak usah berpura-pura bahagia bersama ku. Aku bukan pria sempurna. Lebih baik kamu cari pria lain. Kita cerai saja”
“Mas, cukup……” aku tersentak bangun.
“Aku, ngak mau kita makin bertengkar cuma karena anak, mas aku sedih kamu berkata ingin pisah dari aku. Salah aku apa? Kurangnya aku apa? Mas ku yang ku sayang, dengar! aku memang ingin punya anak, ingin sekali mas, tapi anak itu datang dari kamu”
“Umur ku tak lama lagi dek, untuk apa kita bertahan?”
“Untuk apa aku bertahan, aku mencari ridho allah dengan menjadi istri buat mu mas, mencari surga duniawi bahkan surga akhirat mas”
“Dek, maaf kan mas. Mas kasar sama kamu, mas pergi tanpa memberi kabar” mas Bayu memeluk ku dengan erat dan penuh kasih sayang.
“Mas, 2 malam ini kamu kemana?” aku duduk kembali disampinya.
“Mas ngak kemana-mana. Mas jaga logistik dan mas menginap 2 hari disana”
“Mas, jangan pernah tinggalkan aku ya, aku sayang sama mas”
“Iya sayang ku, sudah malam, kita tidur ya”
Malam itu pertengkaran hebat masih kita bisa atasi tapi entah cobaan rumah tangga apa yang akan menanti esok hari. Tidak terasa sudah memasuki bulan ramadhan lagi dan puasa ramadhan awal kami menikah, mas bayu bertugas ke luar kota. Menjaga wilayah perbatasan Kalimantan. Jujur aku ngak sanggup kalau harus ditinggal pergi tugas tapi aku bisa apa itu sudah jadi tugasnya.
“Mas, ngak bisa diganti dengan yang lain” ujar ku sambil membereskan pakaian yang akan ia bawa.
“Dek, ini sudah tugas. Mas ngak bisa nolak”
“Tapi….”
“Tapi apa? mas janji akan pulang”
“Mas….”
“Apa dek?” hp berdering “Sebentar ya, mas angkat tlp”
Mas bayu mengangkat teleponnya dan tak biasanya dia keluar. Tapi aku tak sedikit pun curiga dan melanjutnya membereskan pakaiannya. Keesokan harinya habis subuh, mas bayu pergi dan aku ngak boleh mengatarnya karena alasan tidak diizinkan komandannya keluarga mengantar dan aku pun tak curiga.
Hingga suatu hari ada seorang wanita datang kerumah dan mengetuk pintu.
“Siapa?” aku keluar.
“Aa Bayunya ada?”
“Anda siapa? Ada perlu apa dengan suami saya” aku membukakan pintu dan dia masuk kedalam
“Saya Fia, saya pacar suami mbak?”
“Pacar suami saya?”
“Ya, mbak. Sudah 2 tahun kami pacaran, bahkan saat mbak pacaran dengan mas Bayu, dan akhirnya menikah”
Aku tidak bisa berkata apa-apa hanya duduk terdiam dan tak menyangka dengan ucapannya.
“Saya kesini, mau minta pertanggung jawabannya karena saya hamil”
Aku memandang perutnya sudah membumcit, mungkin usia kandungannya sudah lebih dari 7 bulan.
“Tapi suami saya sedang bertugas di Kalimantan”
“Bertugas, dia bohong mbak. Beberapa bulan ini dia menginap di kosan yang kami sewa, saya mau dia nikahkan saya”
“Tapi mbak yakin itu anak mas Bayu”
“Ya, ini anak mas Bayu. Ohhh mbak selama ini sudah di bodohi olehnya, dia pasti bilang kalau dia ngak bisa kasih mbak anak. Dia pernah bilang sama saya”
Aku sedih saat itu Hingga Fia melahirkan, dia tinggal dirumah kami dan mas Bayu kunjung pulang. Hp tidak pernah aktif. Tanpa aku sadari aku sedang mengandung 4 bulan dan aku tak merasa kalau aku sedang hamil. Tetangga makin lama makin menggosipkan rumah tangga kami dan buat aku tak tahan dengan semua ini dan pergi. Meninggalkan sepucuk surat yang suatu hari nanti akan dibaca suami aku.
Double Brace: Dear suami ku tercinta
Selama ini aku sudah cukup bersabar, dan menahan emosi aku. Kali ini aku sudah ngak sanggup mas. Maaf kalau aku harus pergi meninggalkan mu. Ada Fia disini dan anak kamu. Semoga kamu bahagia dengannya.
Dian istri mu
Malam minggu di bandara..
“Semangat banget nih, bakal pulang” ujar teman sesame lenting.
“Iya dong, kangen banget nih dengan istri tercinta”
Tibanya dirumah, suami ku kaget melihat fia ada dirumahnya.
“Fia, ngapain kamu disini, Dian mana?”
“Istri kamu pergi”
Fia mendekati Bayu dan mencoba merayunya dengan mengelus wajahnya dan melepaskan tas ransel yang ia bawa.
“Ia, sudah pergi, sudah tak ada halangan buat kita Aa”
“Apa-apan sih kamu” melepaskan tangannya yang terus menggerayang di tubuhnya.
“Udahlah Aa, lupakan dia, kan sekarang udah ada Fia, yang bisa temani Aa”
Bayu keluar rumah dan menghubungi salah satu temannya dan malam itu juga Fia keluar dari rumah bayu. Bayu masuk ke kamar dan menemukan sepucuk surat di letakan di meja dekat. Ia pun membacanya dan membuang surat itu.
 “Kenapa kamu pergi dek, kenapa ngak menunggu mas pulang”
Hari berganti hari hingga aku pulang, sampai di depan pagar rumah. Ku lihat motor suami ku, lampu yang masih menyala dan halaman depan yang sangat kotor penuh dengan sampah dan debu. Ku masuk perlahan dan menemukan suamiku tergeletak di lantai ruang tamu. Seketika aku terdiam dan jatuhkan tas yang ku bawa.
“Mas, mas bangun, aku pulang” ujarku. Ku menangis terisak-isak.
Aku memanggil tetangga dan membawa suami ku kerumah sakit. 1 jam suami ku dibawa keruang ICU dan keluar dokter yang memeriksanya.
“Istri pak Bayu”
“Ya saya istrinya, suami saya kenapa ya dok, wajahnya pucat pasi”
“Suami ibu mengalami dehidrasi ditambah dengan ginjalnya yang bermasalah”
Aku terjatuh di lantai dan menangis tanpa henti. “Bangun bu, tidak perlu khawatir, suami ibu sudah melewati masa kritisnya, hanya menunggu ia sadar, suami ibu akan di pindahkan keruang rawat”
Aku duduk di samping ia terbaring, memegang tangannya dan menatap wajahnya. Sungguh menyesal aku pergi meninggalkannya. Sungguh bodohnya aku ini. Tak lama suami ku membuka mata dan berkata “Dian”
“Mas, kamu sudah sadar”
Ia membuka matanya dan tersenyum “Apa aku bermimpi?, Dian jangan pergi, jangan pergi”
Ku genggam erat tangannya “Ngak mas, aku ngak akan pergi, aku disini, kembali di sisimu” ku peluk ia dan menangis.
“Jangan nangis sayang, mas ngak apa-apa?” bujuknya.
Ia lepaskan pelukanku tapi aku menolak “Aku ngak mau”
“Dek, mas tau apa yang kamu mau, tapi dada mas sakit” ku langsung tersentak dan tak memeluknya lagi.
“Mas, coba rasakan” aku mengambil tangannya dan letakan di perut ku.
“Kamu hamil dek” aku hanya menganggukan kepala. “Ya, aku hamil mas. Sudah mau masuk lima bulan”
Tiga hari di rumah sakit, suami ku akhirnya bisa dipulangkan. Kondisinya semakin membaik apalagi dengan kehadiran baby yang ada di rahim ku. Ia sangat menjaga aku, ia tak mengizinkan aku melakukan aktivitas berat seperti mencuci, menyapu apalagi membersihkan lantai, semua dilakukan olehnya bahkan menajga pola makan ku. Di usia kandungan 9 bulan aku lebih sering latihan jalan dan malam harinya.
“Dek, mas mau tanya, selama ini kemana?”
“Pergi, setelah kejadian fia datang dan mengaku ia hamil oleh mu, aku sedih dan bahkan membiarkannya tinggal disini. Tapi sekarang aku tau semuanya bohong”
“Tau dari mana si istri ku ini”
“Hmmm ada dehh…”
“Ikhh nakal ya sekarang….” Ia menggelitikku hingga aku kegelian dan tiba-tiba perut ku sakit yang tak seperti biasanya.
Suami ku langsung sigap dan membawa ku ke bidan dekat rumah, karena ku mengalami pendaharan. Tiga jam di dalam ruang bersalin dan akhirnya terdengar suara tangisan bayi. Hari itu hari yang sangat bahagia buat kami bertiga, kelahiran putra pertama di hari pernikahan kami dan di hari kami jadian. Nama untuk putra kami Abdila Ditya Permana.

“Hidup ini hanya sekali, jangan pernah kamu sia-siakan dan jangan lah kamu mudah percaya begitu saja dengan omongan orang yang mengatakan hal buruk terhadapmu, terhadap keluargamu ataupun terhadap rumah tanggamu yang dapat merusak segalanya”
End

Writer
Triana Rosiati