Jumat, 06 April 2012

Gara-Gara Ingin Naik Pangkat Malah Jatuh Cinta-Part 1


Gara-Gara Ingin Naik Pangkat Malah Jatuh Cinta
Part 1
04 februari 2012
            Pagi hari Pak Wijaya beserta istri sibuk mempersiapkan kedatangan putrinya yang baru pulang setelah delapan tahun meninggalkan rumah, sibuk membersihkan rumah terutama kamar untuk putrinya, semua pembantu beserta supir yang sekaligus ajudan dengan pangkat prajurit dua, dikarenakan Pak Wijaya adalah seorang angkatan dengan pangkat Letnan Jenderal, tak hanya memiliki seorang putri yang akan datang, Pak Wijaya juga memiliki seorang putra yang mengikuti jejak ayah nya sebagai seorang angkatan hanya saja anaknya mengambil TNI angkatan udara sedangkan ayahnya TNI angkatan darat, dimana putranya kini telah ditugaskan ke Papua dengan pangkat Lenan Dua.
            Putrinya sekolah di new york lalu melanjutkan study-nya di Korea University dengan jurusan Korea University Business School selama 5 tahun dan ayahnya tidak mengeluarkan biaya sedikitpun untuk putrinya itu, ia sangat pintar setelah kelar kuliah dan menyangdang gelar cumloude kini ia kembali ke indonesia untuk menerapkan apa yang ia pelajari di korea dengan mengembangkan sebuah bisnis di jakarta.
            Nama putrinya adalah Mutiara Zalfa Syaza biasa dipanggil Tiara sedangkan putranya bernama Andika Anwar Wijaya telah menikah dengan seorang wanita bernama Kirana Azizah seorang putri dari sahabat Pak Wijaya.
            Ibu Wijaya pun sibuk sampai-sampai ia lupa waktu, Putrinya Tiara akan tiba dijakarta jam 4 Sore sedangkan kini telah jam 2 siang, sungguh paniknya Bu Wijaya. Ajudannya yang Bernama Dhimas menemui Pak Wijaya.
            “Dhimas saya mau kamu temani Putri saya selama Di jakarta, kalau putri saya senang kamu dapat naik pangkat dan tak perlu khawatir saya akan mengusahakan kamu untuk naik pangkat, kamu tenang aja. Bagaimana kamu mau atau tiadak”
            “Gimana ya pak?”
            “Jawab yang tegas ia atau tidak”
            “Baik pak saya siap” ujarnya dengan suara yang latang.
            “Dhimas kebetulan kamu disini kamu siap-siap untuk antarkan saya jemput Putri saya” ujar Bu Wijaya.
            “Baik bu”
            “Tidak usah bu”
            “Kenapa pak?”
            “Papa punya tugas untuknya”
            “Oh begitu baik lah, biar mama minta antar Tara”
            Bu Wijaya pun berangkat dengan Tara tibanya disana ternyata Putrinya telah menunggu di loby sambil membuka Ipadnya.
            “Tiara.......”
            “Mama.....”
            Tiara dan mama berpelukan sedangkan Tara hanya diam melihat anak dan ibu yang sudah lama tak bertemu, kini dipertemukan.
            “Mama Ara kangen sama mama”
            “Mama juga Ara”
            “Oh Ya sampai lupa, ini Supir mama sekaligus ajudan papa”
            “Ara, Salam kenal” Tiara hanya mengangukan kepalanya.
            “Tara”
            Tiara, mama dan Tara pun tiba dirumah, papa menyambut ku dengan penuh kehangatan, Tiara merasa seperti kembali ke masa lalu, tak ada yang berubah hanya aja ada yang kurang.
            “Pa, Ara kangen sama papa”
            “Kangen sama papa, tapi kenapa baru datang sekarang”
            “I’m Sorry pa, I’m very very busy”
            “Baik lah, sekarang kamu istirahat saja”
            “Non barang-barangnya mau taruh dimana?” ujar Tara dengan sibuknya membawa 1 koper besar ditambah tas yang sangat berat.
            “Oh ya Taruh dikamar aja ya” “Pa, Ma, Ara kekamar dulu ya”
            Saat masuk kekamarnya, Tiara mengeluarkan air mata, terlalu banyak kenangan didalamnya. Tempat tidur, lemari dan meja belajar pun masih sama seperti dulu sebelum Tiara pergi. Tara pun menaruh barang-barang Tiara dan segera keluar. Tiara pun duduk dikasurnya, lalu berdiri menuju meja belajarnya.Tiara melihat Foto bersama kakaknya dan Tiara pun baru sadar.
            “Oh Ya, aku belum liat kakak, kakak kemana ya”
            Tiara pun keluar, saat Tiara mau keluar mama baru saja mau mengetuk pintu.
            “Ara... kita makan malam bersama dulu ya”  
            “Ia Ma”
            Tiara dan keluarnya pun makan, setelah makan malam. Tiara masuk kekamar kakaknya. Ia sangat kangen dengan kakaknya. Ternyata kakaknya tak ada dikamar dan ia melihat ada sebuah Figura besar dengan sebuah foto kakak bersama dengan seorang wanita.          “Siapa wanita itu” ujarnya dalam hati.
            “Pa.... Ma.....” ujar Tiara yang keluar kamar kakanya dan menemui papa dan mamanya.
            “Ada apa Ara... ngak usah teriak-teriak”
            “Ma, Foto yang sama Kakak itu siapa?’
            “Itu Istrinya Ara”
            “Istrinya” Tiara kaget mendengarnya.
            “Maaf kan mama dan papa yang tak memberi tahukan kamu sebelumnya”
            “Mama dan papa Jahat sama Ara”
            Ara pun pergi ke halaman belakang dan duduk didekat kolam renang, Tiara menangis. Baginya Kakaknya adalah segalanya. Tiara tak bisa kehilangan kakaknya, ia sangat mencintai kakaknya. Karena sebenarnya Kak Dika bukan kakak kandung Tiara. Dika diambil oleh papa dan mama dari panti asuhan saat dulu mama divonis tidak akan memiliki anak oleh dokter. Tak lama setelah mengambil Dika, Mama Hamil dan memiliki anak pertama yaitu aku. Dari usia ku 5 tahun, papa dan mama mengatakan kalau Dika bukan kakak kandung ku tapi aku harus menghormatinya sebagai kakak.
            Saat usia Ara 14 Tahun Ara mencitai kakaknya sendiri, Dika selalu ada jika Ara membutuhkanya, Dika selalu melindungi Ara, selalu menjaga dan menemani Ara kemana pun Ara pergi, Walau Dika sesibuk apa pun, Dika selalu ada waktu buat Adiknya itu. Hingga akhirnya Ara pun mendapatkan Beasiswa ke New york Amerika. Dika dan Ara pernah berjanji. “Jika Ara kembali kejakarta Dika harus menikah dengan Ara” dan Dika pun setuju saja bahkan mama pun menyetujuinya. Tapi apa yang terjadi Dika telah pergi meninggalkan Ara untuk selama-lamanya. Betapa hancurnya hati Ara.
            “Maaf Non, malam-malam begini tak baik diluar, apalagi udaranya sangat dingin” 
            “Apa pedulinya kamu sama aku”
            “Tapi Non...”
            “Udah lah, mau saya disini atau dimana bukan urusan kamu” ujar Ara dengan marah-marah.
            “Boleh saya duduk disini”
            “Terserah....”
            Saat Ara melihat wajahnya Pria yang berbicara denganya. Ara diam, Wajahnya sangat mirip dengan Ka Dika. Ara pun tiba-tiba memeluknya dan berkata “Jangan Tinggalkan Ara Lagi ka, Ara ngak mau kakak pergi dari Ara” dekapannya sangat erat. Dhimas tak bisa lepas dari dekapan Ara. Kekasihnya pun datang dan melihat apa yang dilakukan kekasihnya itu.
            “Kasih...” ujar Dhimas yang lalu lepas dari dekapan Ara.
            “Kasih....” ujar Ara
            “Maaf saya harus pegi Non” Dhimas pun lari mengejar Kasih (kekasihnya)
ΩΩΩΩ
            Dhimas mengejar kekasihnya. Ara pun bangun tapi kakinya terpleset hingga jatuh kekolam. Ara tak bisa berenang sama sekali.
            “Ka Tolong Ara”
            Dhimas pun berhasil mengejar pacaranya “Kasih, kamu jangan begini, kamu salah paham, apa yang kamu lihat bukan yang sebenarnya, ia cuma anak bos aku. Aku hanya temaninya”
            “Temani..... tapi kami kenapa pelukan denganya”
            “Dia yang peluk aku”
            “Terus kenapa ngak coba lepas”
Tara pun datang dengan tergesa-gesa menghampiri Dhimas dan Kasih.
“Dhimas, sebaiknya sekarang ikut gw, Ara jatuh di kolam renang, ibu sama bapak panik. Gw ngak bisa renang, lw kan bisa, ayo cepet tolong”
“Tapi Kasih Gimana?”
“Kasih maaf ya ini darurat” ujar Tara.
“Maaf kan aku Kasih”
Dhimas pun ditarik Tara. Tiara pun akhirnya berhasil diselamatkan oleh Dhimas dan dibawa kekamarnya. Setelah menolong Tiara, Dhimas kembali menemui Kasih tapi kasih sudah tak ada. Dokter Pribadi pun datang, tak lama setelah dokter memeriksa Tiara pun sadar dan langsung bangun, Tiara mencari Dhimas yang ia pikir kakaknya.
“Ara kamu mau kemana?”
“Ara mau cari kakak, tadi kakak ada disini”
Ara lari keluar dan melihat Dhimas, ia langsung mendekap Dhimas dari arah belakang.
“Maaf Non saya bukan kakak Non”
“Ara dia bukan Dika”
“Bukan Ka Dika...”
Tiara pun langsung lemas, Tiara dibawa masuk kedalam rumah.
“Maaf kan Ara ya Dhimas”
“Ia bu ngak apa-apa? Kalau boleh tau kakaknya yang mana ya, bukan ibu Cuma punya seorang anak”
“Kakaknya ada cuma ia telah menikah, Ara sangat cinta dengan kakaknya dan kalau dilihat-lihat wajahmu sangat mirip dengan kakaknya Ara”
“Ia bu”
“Ia makanya pas kamu hampiri dia, dia mengira kalau kamu kakaknya”
Keesokan harinya, Tiara pun bangun. Kini kondisinya jauh lebih baik, ia sudah dapat berpikir mana yang benar, mana yang salah.Ara pun juga sudah tau kalau Kakaknya telah menikah, walaupun Ara sangat patah hati, Ara tak bisa lakukan apa-apa.
“Pagi sayang... kamu udah bangun ya”
“Pagi Ma....”
“Ara, kemarin kamu salah orang, yang kamu peluk itu bukan Dika tapi Dhimas, anak buah papa mu”
“Ia Ma.... tapi wajahnya sangat mirip Ka Dika”
“Memang tapi itu bukan Dika, Ara.....”
Seminggu kemudian Ara sudah bisa melepaskan kakaknya itu dan kakaknya pun datang. Kakaknya sangat kangen dengan adiknya itu.
“Assalamualaikum” Dika datang dengan Istrinya.
“Dika....” ujar mama.
Dika langsung mencium tangan mama begitu juga dengan istrinya.
“Ma Ara udah balik ya, Dika kangen sama Ara Ma, Ara mana Ma?”
“Ara di kamarnya.... Ara sangat kangen sama kamu”
“Ia Ma” ujarnya terkejut mendengar.
Andika mengetuk pintu kamar Ara “Tok-tok-tok-tok” Ara pun keluar, saat Ara membuka pintu kamarnya. Ara langsung memeluk Dika.
“Ka, Ara kangen sama kakak”
“Kakak juga Ara”
“Kakak jahat, udah nikah tapi ngak bilang sama Ara”
“Ara ngak bisa dihubungin, makanya kakak juga bingung harus hubungin Ara ke No yang mana”
Ara pun cemberut “Jangan cemberut gitu, kan jadi jelek dilihatnya”
“Apa sih Kakak” ujar Ara dengan pukul-pukul badannya.
Istrinya pun melihat Suaminya dan Adiknya bertemu, Tertawa bahagia. Rana pun meneteskan air mata bahagia dan tersenyum.
“Rana....”
“Mama...”
“Kamu bahagia ya liat mereka berdua, tapi kamu ngak marah kan”
“Ia bu, aku juga mengerti bu apa yang pernah terjadi dengan Dika dan adiknya”
“Syukurlah..... Mama takut kamu marah dan cemburu melihat sikap mereka”
“Ngak lah Ma, Rana bisa mengerti hati Ara”
Dika, Tiara, Mama, Papa dan Rana pun makan siang bersama.
“Ka Mau makan apa? Biar Ara yang ambilin ya”
“Ara...” ujar mama.
“Ngak apa-apa ma” ujar Rana.
Ara melihat Dhimas sedih, tak ada semangat hidup. Ara menghampirinya.
“Maaf ganggu, kamu kenapa?”
“Oh ya maaf ya waktu itu, aku peluk kamu”
“Ngak apa-apa Non...”
“Terus kenapa kamu sedih”
“Pacar ku Kasih marah, ia tak mau maafkan ku Non”
“Pasti gara-gara aku ya”
“Ngak kog Non, ini salah ku”
“Bagaimana kalau aku bicara dengan Kasih, mungkin dengan begitu, kamu ngak akan sedih”
“Ngak Perlu Non”
“Ayo, aku harus minta maaf, antarkan ku padanya”
Akhirnya masalah pun Clear, Dhimas dan Kasih bersatu lagi. Tak ada kesedihan lagi.
ΩΩΩΩ
Tiga hari Dika dan Istrinya tinggal, kini mereka harus kembali ke Papua. Rumah terasa sepi kembali setelah kepergian mereka. Ara harus melanjutkan kehidupannya. Ara pun membuka usaha di daerah kemang Raya, membuka sebuah bisnis restaurant yang kini sedang dalam dibangun dan akan segera dibuka sebulan atau dua bulan lagi. Saking kerja keras, Ara lupa untuk makan, kurang tidur, semua itu ia lakukan untuk melupakan Dika, kakaknya. Akibatnya ia pun jatuh sakit, selama tiga hari Ara tak sadarkan diri, Ara selalu memanggil nama kakaknya.
“Ka Dika, Ka Dika” terus Ara ucapkan....
Mama dan papa bingung harus bagaimana lagi, mama ngak mau memanggil Dika datang lagi ke jakarta, hari ini Dika ada pelantikan terakhir untuk kenaikan pangkat. Dhimas pun lewat, mama pun memanggil Dhimas dan memintanya untuk mengantikan Dika, kakak Ara.
“Dhimas, bantu putri saya Tiara, ia sakit keras, ia tak sadarkan diri, bantu untuknya terbangun dari tidurnya. Saya mohon”
“Tapi bu?”
“Ayo lah Dhimas, ini hanya sampai Tiara sadar, habis itu saya ngak akan minta apa-apa lagi”
Dhimas pun diam, ia pun teringat atas janjinya dengan pak Wijaya, untuk temani putrinya dan bahagiakan putrinya itu. Lagi pula Dhimas pun ingin cepat-cepat naik pangkat, agar gajinya pun naik.
“Baiklah bu, saya usahakan”
Bu Wijaya dan Dhimas pun masuk kamar Tiara dan Tiara pun masih terus mengigau nama Dika.
“Duduk disampingnya dan ucapakan sesuatu agar Ara sadar, anggap Ara ini adikmu”
Dhimas pun duduk disamping Ara Tidur, Dhimas membisikan “Ara bangun, kakak ada disini, disamping kamu, Ara yang kakak Cinta bangun” Dhimas mengusap rambutnya.
Ara pun tetap tak sadar. Bu Wijaya memberi kode untuk menggenggam tangan Ara.
Dhimas pun menggenggam tangan Ara, dengan lembut Dhimas lakukan. Ara pun sadar, Ara membuka matanya, Dhimas pun bangun dan keluar.
“Ara kamu sudah sadar”
“Mama, sepertinya ada yang membisikan sesuatu di telinga Ara, suaranya seperti ka Dika, tapi Ara merasa itu bukan Ka Dika”
“Sekarang jangan pikirkan itu, yang penting kamu sembuh dulu, kamu makan ya Ara, mama sangat Khawatir sama kamu, tiga hari kamu ngak sadarkan diri”
Keesokan harinya Ara pun bangun, kondisinya jauh lebih baik dan lebih segar. Ara pun turun dari kamarnya. Di Tempat lain, Dika merasa cemas, Dika teringat akan adiknya Ara. Istrinya pun bilang kalau Ara sakit keras dan tak sadarkan diri. Istrinya pun bilang setelah Dika selesai di karantina dan telah mendapatkan kenaikan pangkat. Dika pun langsung buru-buru ke jakarta.
Tapi apa yang terjadi, Pesawat yang dinaikki Dhimas dan Istrinya mengalami kecelakaan dan jatuh, semua penumpang terluka parah bahkan ada yang meninggal. Rana,Dika dan penumpang lainya pun dibawa kerumah sakit terdekat. Papa, Mama dan Tiara pun Shock mendengar berita tersebut. Rana dan Dika pun dibawa kerumah sakit dijakarta, itu pun karena papa langsung datang kerumah sakit dimana Dika dan Rana dirawat. Dika tak sadarkan diri sedangkan Rana terus mengeluarkan darah dari mulutnya. Hingga tiba dijakarta Rana telah dipanggil Allah dan hari itu juga Rana dikubur. Rana meninggal pukul 8.15 saat tiba dirumah sakit RSPAD.
Dika juga tak sadarkan diri. Selama seminggu Dika juga tak sadarkan diri. Rana Istrinya telah tenang disisi Allah Swt. Bahkan Rana sedang mengandung anak dari Dika yang telah berusia 3 minggu dalam kandungan. Akhirnya Dika pun sadar setelah Tiara membisikan sesuatu ditelinga Dika.
“Aku ada dimana?”
“Kakak sudah sadar” Tiara pun keluar dan memanggil Dokter.
Dokter pun memeriksa Dika dan meminta keluaganya untuk masuk.
“Dokter ada apa dengan putra saya?”
“Sepertinya ada gangguan pada ingatanya, itu terjadi karena benturan keras di kepalanya”
“Ka, ini Ara, kakak ingatkan”
“Kamu siapa?”
“Kakak ngak ingat sama Ara, adik kakak”
“Dika, kamu ingat sama mama dan papa”
“Mama....”
“Alhamdullilah kamu ingat sama mama”
“Mama, mama Dika kan, Mama Wijaya, Tapi wanita ini siapa ma?”
“Bu bisa ikut saya... biar Dika istirahat”
“Dika kamu istirahatnya”
Dokter pun mengatakan kalau Dika mengalami lupa ingatan sebagian, ia hanya ingat masa lalunya, Dika tak ingat setelah Dika memiliki adiknya Ara. Dan dokter pun berpesan agar jangan sampai buat Dika Shock dan bingung. Itu akan berakibat fatal, jika hal itu terjadi ada kemungkinan Dika tak akan ingat selama-lamanya.
Ara pun bersabar dan mengatakan kalau ia adalah adik angkat, adik yang diangkat papa dan mama. Walau sakit, ia harus tetap bertahan dan bersabar. Semua foto-foto pernikahan Dika dengan Rana pun disimpan di sebuah kamar yang tak boleh Dika masukki.
Dika dan mama pun pulang. Tibanya dirumah.
“Wah ma rumah masih yang seperti dulu ya”
“Ia lah sayang, sekarang kamu tidurnya”
Ara sangat sedih dengan apa yang terjadi dengan kakaknya Dika, ia tak bisa lakukan apa-apa selain berdoa kepada Allah swt. Semua telah terjadi dan hanya waktu yang dapat mengembalikan semuanya. Ara hanya bisa bersabar dan terus bersabar. Ara tanpa lelah mencoba mengembalikan semua ingatan kakaknya. Walau Ara terus saja dipukul, di dorong dan dimarah-marahin bahkan di caki-maki Dika, Ara tetap bersabar dan tak sedikitpun Ara membalas semua apa yang dilakukan kakanya Dika. Dika selalu bilang “Kamu itu cuma adik angkat ku, jangan sok tau, kamu bukan siapa-siapa? Kamu itu cuma anak yang diangkat sama mama dan papa ku. Jadi jangan atur-atur aku”








Bersambung.....................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar